Komputer di masa sekarang sangatlah urgen. Seolah komputer adalah kebutuhan primer bagi para penulis. Komputer juga bisa menjadi sarana da’wah bil qalam. Kebanyakan orang yakin kalau penemu komputer adalah orang nonmuslim. Tapi sebenarnya peletak dasar prinsip mekanik komputer adalah orang Islam. Ngga percaya?
Ketika peradaban Islam menggenggam dunia, tepatnya di era kekhalifahan, para insinyur Muslim ternyata sudah menguasai teknologi komputer. Yang pasti, teknologi yang dikembangkan para ilmuwan muslim di zaman itu bukan komputer digital, melainkan komputer analog. Istilah komputer analog, menurut Wikipedia, digunakan untuk menggambarkan alat penghitung yang bekerja pada level analog lawan (dual) dari level digital.
Komputer analog juga kerap didefinisikan sebagai komputer yang mengolah data berdasarkan sinyal yang bersifat kualitatif atau sinyal analog, untuk mengukur variabel-variabel, seperti voltase, kecepatan suara, resistansi udara, suhu, dan pengukuran gempa. Komputer ini biasanya digunakan untuk mempresentasikan suatu keadaan, seperti untuk temperatur, radar, dan intensitas cahaya.
Sederet peralatan yang menggunakan prinsip komputer analog telah ditemukan para ilmuwan Islam. Alat-alat itu umumnya digunakan untuk beragam kegiatan ilmiah. Di zaman keemasannya, para astronom Muslim berhasil menemukan beragam jenis astrolabe. Peralatan astronomi itu digunakan untuk menjawab 1001 persoalan terkait astronomi, astrologi, horoskop, zodiak, navigasi, survei, penentuan waktu, arah kiblat, dan jadwal shalat.
Menurut D De S Price (1984) dalam bukunya A History of Calculating Machines, Al-Biruni merupakan ilmuwan pertama yang menemukan alat astrolabe mekanik pertama untuk menentukan kalender bulan-matahari. Astrolabe yang menggunakan roda gigi itu ditemukan Al-Biruni pada tahun 1000 M. Tak lama kemudian, Al-Biruni pun menemukan peralatan astronomi yang menggunakan prinsip komputer analog yang dikenal sebagai Planisphere sebuah astrolabe peta bintang.
Pada tahun 1015 M, komputer analog lainnya ditemukan ilmuwan Muslim di Spanyol Islam bernama Abu Ishaq Ibrahim Az- Zarqali. Arzachel, sebutan orang Barat untuk Az-Zarqali, berhasil menemukan Equatorium alat penghitung bintang. Peralatan komputer analog lainnya yang dikembangkan Az-Zarqali bernama Saphaea. Inilah astrolabe pertama universal latitude-independent. Astrolabe itu tak bergantung pada garis lintang pengamatnya dan bisa digunakan di manapun di seluruh dunia. Dua abad kemudian, insinyur Muslim terkemuka bernama Al-Jazari mampu menciptakan ‘jam istana’ (castle clock) sebuah jam astronomi. Jam yang ditemukan tahun 1206 M itu diyakini sebagai komputer analog pertama yang bisa diprogram. Jam astronomi buatan Al- Jazari itu mampu menampilkan zodiak, orbit matahari dan bulan serta bentuk-bentuk bulan sabit.
Tidak hanya ketiga ilmuwan di atas, peralatan komputer analog lainnya berbentuk astrolabe juga ditemukan oleh Abu Bakar Isfahan pada 1235 M, berupa komputer kalender mekanik. Ilmuwan Muslim lainnya bernama As-Sijzi juga tercatat berhasil menemukan peralatan astronomi yang menggunakan prinsip kerja komputer analog. Alatnya bernama Zuraqi sebuah astrolabe heliosentris. Ibnu Samh astronom terkemuka di abad ke-11 M juga tercatat sebagai salah seorang penemu peralatan komputer analog berupa astrolabe mekanik. Seabad kemudian, ilmuwan Muslim serba bisa legendaris bernama Sharaf Ad-Din At-Tusi menciptakan astrolabe linear.
Al-Jazari (1136 M-1206 M) sang Bapak Teknik Modern, ilmuwan muslim legendaris dari Kashan, Iran, yang berhasil menemukan sederet peralatan teknologi yang sangat monumental di zamannya. Selain dikenal di dunia teknik modern sebagai ‘perintis robot’, Al-Jazari pun tercatat sebagai sarjana pertama yang menciptakan komputer analog yang bisa diprogram.
Insinyur bernama lengkap Asy-Syaikh Ra`is Al-A’mal Badi’ Az-Zaman Abu Al-’Izz bin Isma’il bin Al-Razzaz Al-Jazari itu membuat komputer analog pertama yang bisa diprogram dalam bentuk Jam Istana. Sederet karya penting dalam bidang teknologi yang diciptakannya termuat dalam bukunya, Al-Jami’ Baina Al-’ilm wa Al-’Amal Al-Nafi’ fi Sina’at Al-Hiya (Ikhtisar dan Panduan Membuat Berbagai Mesin Mekanik).
Tercatat pula nama seorang Ilmuwan Muslim, Jamshid Al-Kashi yang sukses menciptakan Plate of Conjunctions sebuah alat hitung untuk menentukan waktu dan hari terjadinya konjungsi planet-planet. Selain itu, Al- Kashi pun juga menemukan komputer planet, The Plate of Zones. Yakni, sebuah komputer planet mekanik yang secara nyata mampu memecah kan sederet kerumitan planet. Selain itu, alat ini juga dapat memprediksi posisi garis bujur matahari dan bulan secara tepat. The Plate of Zones juga dapat menentukan orbit planet-planet, garis lintang matahari, bulan dan planet-planet, serta orbit matahari.
Al-Kashi tumbuh besar ketika Timur Lenk, penguasa Dinasti Timurid, menguasai tanah kelahirannya. Kemiskinan tak mampu mematahkan semangatnya untuk belajar. Matematika dan astronomi adalah dua bidang studi yang sangat menarik perhatian dan minatnya. Perekonomian di tanah kelahirannya mulai pulih ketika Dinasti Timurid dipimpin Shah Rukh. Sang pemimpin baru itu mendukung dan mendorong berkembangnya ekonomi, seni, dan ilmu pengetahuan.
Di kota kelahirannya, Al-Kashi dengan serius mempelajari dan mengkaji astronomi. Tepat 1 Maret 1407 M, dia berhasil merampungkan penulisan risalah astronomi berjudul, Sullam As-Sama. Tiga tahun setelahnya, ia kembali berhasil menyelesaikan penulisan buku Compendium of the Science of Astronomy.
Semua penemuan itu membuktikan bahwa peradaban Islam merajai teknologi di era kejayaannya. Padahal, pada masa itu masyarakat Barat berada dalam keterbelakangan dan kebodohan. Tak dapat dimungkiri lagi, jika sains dan teknologi merupakan kontribusi paling besar dan monumental yang disumbangkan peradaban Islam kepada dunia modern.
Pencapaian terpenting di pertengahan abad ke-15 M adalah terciptanya semangat eksperimental yang dikembangkan peradaban Muslim, ungkap Bapak Sejarah Sains, George Sarton, dalam bukunya, The Introduction to the History of Science. Oliver Joseph Lodge dalam The Pioneers of Science juga mengakui kehebatan peradaban Islam di masa keemasan. Menurut dia, peradaban Islam yang diwakili masyarakat Arab telah berhasil menghubungkan secara efektif antara sains modern dengan ilmu pengetahuan lama. Zaman kegelapan terjadi karena terjadinya jurang kesenjangan dalam sejarah sains Eropa. Menurut Lodge, sekitar seribu tahun tak ada aktivitas sains, kecuali di peradaban Islam.
Dalam The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Muhammad Iqbal menyatakan, peradaban Islam yang berkembang di Arab berhasil mendorong berkembangnya sains dengan begitu pesat di saat Barat dikungkung kebodohan. Pada masa itu, umat Islam telah memperkenalkan metode eksperimental, observasi, dan pemikiran.
Orientalis asal Skotlandia, William Montgomery Watt pernah secara jujur mengatakan, bagaimana Barat sangat berhutang budi pada Islam, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Montgomery yang menyandang gelar “Emiritus Professor,” gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan, sangat tekun melakukan penelitiannya tentang Islam. Khususnya sejarah perkembembangan pengetahuan di dunia Islam. Montgomery secara jujur mengakui, perkembangan ilmu pengetahuan yang kini berkembang pesat di Barat dan Eropa, sesungguhnya sebagian besar telah banyak ditemukan kaum Muslim sebelumnya
Dr. Fuat Sezgin, Pengarah dan Pengasas Institut Sejarah Sains Arab-Islam, Universiti Johann Wolfgang, Goethe, Frankfurt, Jerman, mengatakan bahwa kehebatan ilmuwan Islam ratusan abad silam adalah kehebatan yang tidak ternilai (karena saking hebatnya—pen). Pada abad kegemilangan Islam banyak orang-orang Eropa yang belajar untuk menuntut ilmu di berbagai cabang pengetahuan dari para pakar Islam. Tetapi setelah zaman kegelapan datang, banyak pula hasil-hasil ilmuwan tersebut yang juga diselewengkan dan kemudian disebarluaskan dengan informasi yang salah secara meluas.
Sumber : http://thaybah.or.id/
No comments:
Post a Comment